Biografi Syaikh Nawawi Al-Bantani dan Karyanya

Table of Contents
Dalam khazanah keilmuan Islam era klasik tradisional salafiyyah, di Indonesia termasuk di dunia, nama Syekh Nawawi al Bantani jelas sudah tidak asing lagi. Beliau adalah salah seorang putera terbaik bangsa Indonesia yang dalam sejarahnya memiliki pengaruh sangat besar di pusat studi keislaman yang saat itu berada di Mekkah.


Sebagai guru besar dalam berbagai fan ilmu pengetahuan baik tafsir, fiqih (syariah), tauhid (kalam), lughah (bahasa), maupun adab (sastera), Syekh Nawawi jelas memiliki kapasitas keilmuan yang tidak bisa dipandang sebelah mata oleh ulama pada masanya di seluruh dunia, paling tidak melalui murid-muridnya.

Biografi Syaikh Nawawi Al-Bantani

Nama lengkapnya adalah Muhamad Nawawi bin Umar bin Arabiy. Setelah menjadi ulama besar dan tersohor, beliau dikenal dengan nama Syekh Abu Abdil Mu’thi Muhammad Nawawi ibnu Umar ibnu ‘Arabiy at-Tanari al-Bantani al-Jawi, suatu nama yang secara lengkap menyebut identitas diri dan daerah asalnya. Ayahnya, KH. Umar bin ‘Arabiy, adalah seorang ulama dan penghulu di Tanara.
 
Sedangkan ibunya, Nyai Zubaidah adalah penduduk asli Tanara. Di masa kecil, Nawawi al Bantani mengenyam pendidikan dari orang tuanya. Kemudian ia belajar kepada Kyai Sahal (Banten) dan KH. Yusuf (Purwakarta). Pada sekitar usia 15 tahun, ia menunaikan ibadah haji ke Mekkah dan bermukim di sana selama 3 tahun. 

Ia banyak menimba ilmu pengetahuan dari beberapa syekh di perguruan tinggi di Masjidil Haram, seperti Syekh Ahmad Nahrawi, Syekh Ahmad Dimyati, dan Syekh Ahmad Zaini Dahlan. Selain itu, ia juga belajar di Madinah di bawah bimbingan Syekh Muhammad Khathib al-Hanbali. Pada sekitar tahun 1248 H (1831 M), ia kembali ke tanah kelahirannya di Tanara dan mengelola pesantren peninggalan orang tuanya. 

Namun karena kondisi politik kolonial yang tidak menguntungkan, maka selama tinggal selama 3 tahun di Tanara, ia kembali ke Mekkah dan memperdalam lagi ilmu pengetahuannya kepada Syekh Abdul Ghani Bima, Syekh Yusuf Sumulawaini, dan Syekh Abdul Hamid ad-Daghistani.
 
Di Mekkah, beliau tinggal di perkampungan Syi’b Ali. Selain belajar di Mekkah dan Madinah, beliau juga pernah menimba ilmu pengetahuan di Mesir dan Syam (Siria). Dengan bekal ilmu pengetahuan yang ditekuninya selama sekitar 3 dekade, Nawawi al Bantani kemudian mengajar di Masjidil Haram, Mekkah. Murid-murid beliau berasal dari berbagai pelosok dunia, termasuk Indonesia.
 
Seorang murid Syekh Nawawi al Bantani yang bernama Syekh Abdus Sattar ad Dahlawi menceritakan, bahwa sejak belajar di Mekkah, Madinah, Mesir, dan Siria, beliau (Syekh Nawawi al-Bantani) dikenal sebagai seorang yang sangat bersahaja, taqwa, zuhud, dan tawadlu’ di samping memiliki jiwa dan kepekaan sosial yang sangat tinggi serta bertindak tegas dalam hal kebenaran. 

Beliau adalah seorang ulama bermadzhab Syafi’i yang dikenal sangat ahli dalam ilmu tafsir, tauhid, fiqih, lughah, dan juga tasawuf. Pernah suatu ketika beliau diajak berkunjung untuk pertama kalinya ke Mesir oleh Syekh Abdul Karim bin Bukhari bin Ali (seorang tokoh tarekat Qadiriyah yang juga berasal dari Tanara-Banten). 

Meskipun beliau baru pertama kali ke Mesir, nama beliau saat itu sudah sangat populer dan amat disegani oleh ulama-ulama di sana lantaran tulisan-tulisannya yang banyak dibaca dan dipelajari. Sesampainya di Mesir, para ulama Mesir bertanya kepada Syekh Abdul Karim bin Bukhari bin Ali: “Kami telah banyak mendengar tentang seorang ulama asal Jawa di Mekkah yang bernama Syekh Muhammad Nawawi. 

Tulisan-tulisannya telah berulangkali dicetak di sini. Sungguh, jika di ibaratkan makanan, tulisan-tulisan beliau sangat lezat rasanya. Kami semua sangat mendambakan bisa bertemu dengan beliau.” Syekh Abdul Karim bin Bukhari bin Ali lalu memegang pundak Syekh Nawawi dan menjawab: “Hadza Huwa (inilah beliau)”. Kontan setelah mereka mengetahui Syaikh Nawawi berada di tengah-tengah mereka, mereka langsung berebut mencium tangan beliau.

Guru-Guru

Syeikh Nawawi al Bantani belajar kepada beberapa ulama terkenal pada zaman itu, di antara mereka yang dapat dicatat adalah: 

Syeikh Ahmad an-Nahrawi, Syeikh Ahmad ad-Dimyati, Syeikh Muhammad Khathib Duma al Hanbali, Syeikh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Maliki, Syeikh Zainuddin Aceh, Syeikh Ahmad Khathib Sambas, Syeikh Syihabuddin, Syeikh Abdul Ghani Bima, Syeikh Abdul Hamid Daghastani, Syeikh Yusuf Sunbulawani, Syeikhah Fatimah binti Syeikh Abdus Shamad al-Falimbangi, Syeikh Yusuf bin Arsyad al-Banjari, Syeikh Abdus Shamad bin Abdur Rahman al-Falimbani, Syeikh Mahmud Kinan al-Falimbani, Syeikh Aqib bin Hasanuddin al-Falimbani dan lain-lain. 

Murid-Murid 

Murid-muridnya yang berasal dari Nusantara banyak sekali yang kemudian menjadi ulama terkenal. Di antara mereka ialah: 

Kiyai Haji Hasyim Asy’ari Tebuireng, Jawa Timur, Kiai Haji Raden Asnawi Kudus, Jawa Tengah, Kiai Haji Tubagus Muhammad Asnawi Caringin, Banten, Syeikh Muhammad Zainuddin bin Badawi as-Sumbawi (Sumba, Nusa Tenggara), Syeikh Abdus Satar bin Abdul Wahhab as-Shidqi al-Makki, Sayid Ali bin Ali al-Habsyi al Madani dan lain-lain. 

Tok Kelaba al Fathani juga mengaku menerima satu amalan wirid dari Syeikh Abdul Qadir bin Mustafa al-Fathani yang diterima dari Syeikh Nawawi al-Bantani. Salah seorang cucunya, yang mendapat pendidikan sepenuhnya dari Nawawi al Bantani adalah Syeikh Abdul Haq bin Abdul Hannan al-Jawi al-Bantani (1285 H./1868 M.- 1324 H./1906 M.). 

Banyak pula murid Syeikh Nawawi al-Bantani yang memimpin secara langsung barisan jihad di Cilegon melawan penjajahan Belanda pada tahun 1888 Masehi. Di antara mereka yang dianggap sebagai pemimpin perlawanan perjuangan di Cilegon ialah Haji Wasit, Haji Abdur Rahman, Haji Haris, Haji Arsyad Thawil, Haji Arsyad Qasir, Haji Aqib dan Tubagus Haji Ismail. Para ulama pejuang bangsa ini adalah murid Syeikh Nawawi al-Bantani yang dikader di Mekkah.

Karya-karyanya Selama hidup, Syekh Nawawi al-Bantani tidak kurang menulis sekitar 115 buah kitab dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan. Beliau memang dikenal sebagai ulama yang cukup produktif dan baik dalam hal menulis, sehingga karenanya beliau memperoleh julukan “Si Pena Emas”. 

Salah seorang murid beliau yang bernama Syekh Abdus Sattar ad Dahlawi menceritakan, bahwa seringkali beliau mengarang kitabnya itu di selasela beliau mengajar para muridnya. Bahkan, ketika beliau wafat pun beliau tengah menyusun syarah (penjelasan) kitab Minhajut Tholibin karya Imam Yahya bin Syarf bin Mara bin Hasan bin Husein bin Muhammad bin Jum’ah bin Huzam an Nawawi. 

Namun karangan tersebut belum sempat selesai hingga beliau wafat. Hampir seluruh karya beliau yang tersusun dalam bahasa Arab hingga kini masih menjadi bahan pengkajian di banyak pesantren di tanah air. Di samping itu, karya-karyanya juga banyak digunakan di Timur Tengah. 

Oleh para peneliti dikemukakan bahwa salah satu keistimewaan dari karya-karya beliau adalah keluasan isinya, kelugasan bahasanya sehingga mudah dimengerti dan mampu menjelaskan istilah yang sulit, serta kemampuannya menghidupkan isi karyanya sehingga dapat dijiwai oleh para pembacanya. 

Karya-karya Syaikh Nawawi Al-Bantani

Berikut adalah karya-karya dari Syaikh Nawawi Al-Bantani, diantaranya:
  1. At­ Tsimar al­ Yani’ah (Syarh kitab Ar­Riyadl al­Badi’ah karya Syekh Muhammad Hasbullah). 
  2. Tanqihul Qaul (Syarh kitab Lubabul Hadits karya Imam Jalaluddin as-Suyuthi). 
  3. At­Tausyih (Syarh kitab Fath al­Qarib al­Mujib karya Imam Ibnu Qasim al-Ghazi).
  4. Nur ad­ Dzalam (Syarh Mandzumah Aqidatul Awam karya Syekh Sayyid Ahmad al Marzuqi al-Maliki).
  5. At­ Tafsir al­ Munir li Ma’alim at­ Tanzil (selesai disusun pada malam Rabu, Rabi’ul Akhir 1305 H). 
  6. Madarij as­ Shu’ud (Syarh al­ Maulid an­Nabawi / al­Barzanji karya Imam al-‘Arif Sayyid Ja’far). 
  7. Fath al­ Majid (Syarh Ad-Dar al-Farid fi at-Tauhid karya Syekh Ahmad an-Nahrawi).
  8. Fath as­ Shomad (Syarh al­ Maulid an­Nabawi / al­ Barzanji karya Syekh Ahmad al Qasim al-Maliki).
  9. Nihayat az­ Zain (Syarh Qurrat al­‘Ain bi Muhimmat ad ­Din karya Syekh Zainuddin Abdul Aziz al-Malibari). 
  10. Salalim al­ Fudhola (Syarh Mandzumah Hidayatu al­ Adzkiya’ karya Syekh al-Imam alFadhil Zainuddin).
  11. Muraqi al­‘Ubudiyyah (Syarh Bidayatul Hidayah karya Imam Abu Hamid al-Ghazali). 
  12. Sullam al­ Munajat (Syarh Safinatus Shalat karya Sayid Abdullah bin Umar al Hadhramiy). 
  13. Nashaihul ‘Ibad (Syarh al­ Munbihat ‘ala al­Isti’dad li Yaum al­ Mi’ad karya Syekh Syihabuddin Ahmad bin Ahmad al-‘Asqalaniy). 
  14. al­‘Aqd at­Tsamin (Syarh Mandzumah Sittina Masalah/Fathul Mubin karya Syekh Mushthofa bin Utsman al-Jawi al-Qaruthi). 
  15. Bahjat al­ Wasail (Syarh ar­ Risalatu al ­Jami’ah baina Ushul ad­ Din wal Fiqh wa atTashawwuf karya Sayyid Ahmad bin Zaini al-Habsyi). 
  16. Targhibul Musytaqin (Syarh Mandzumah al-Barzanji fi Maulidi Sayyidil Awwalina wal Akhirin karya Syekh Zainal Abidin).
  17. Tijan ad­ Darari (Syarh Kitab at­Tauhid karya Syekh Ibrahim al-Bajuri).
  18. Fathul Mujib (Syarh kitab Mukhtashar al-Khothib as-Syarbini fi ‘Ilm al-Manasik).
  19. Mirqatu Shu’udi at­ Tashdiq (Syarh Sullam at-Taufiq karya Syekh Abdullah bin Husein bin Thohir bin Muhammad bin Hasyim Ba’lawi).
  20. Kasyifatu as­Syaja (Syarh Safinatu an-Naja karya Syekh al-‘Alim al-Fadhil Salim bin Sumair al-hadhrami).
  21. Qami’ at­ Thughyan (Syarh Mandzumah Syu’ab al­Iman karya Syekh Zainudin bin Ali bin Ahmad as-Syafii al-Kusyini al-Malibari).
  22. Al ­Futuhat al­ Madaniyah (Syarh kitab As­Syu’ab al­Imaniyah).
  23. ‘Uqudu li al-Jain fi Bayani Huquqi az-Zaujain.
  24. Fathu Ghafir al-Khathiyah (Syarh Nadzm al­ Ajurumiyah/al­ Kaukab al­ Jaliyah karya Syekh Abdus Salam bin Mujahid an-Nibrawi).
  25. Qathrul Ghaits (Syarh Masail Abi Laits karya Imam Abi Laits dan al-Mufassir Nashr bin Muhammad bin Ahmad bin Ibrahim al-Hanafi).
  26. Al-Fushus al-Yaqutiyah ‘ala ar-Raudhah al-Bahiyyah fi al-Abwab at-Tashrifiyah.
  27. Ar­Riyadh al­ Fauliyah. 
  28. Sulukul Jadah ‘ala ar Risalah al-Musamma bi Lum’atil Mifadah fi Bayanil Jum’ah wal Mu’adah. 
  29. An­Nahjah al­Jayyidah (Syarh Mandzumah at­Tauhid).
  30. Hilyatus Shibyan ‘ala Fathir Rahman fi at-Tajwid. 
  31. Mishbah ad-Dzalam ‘ala al-Manhaj al-Atamm fi Tabwibil Hikam. 
  32. Dzari’atul Yaqin ‘ala Ummil Barahin fi at-Tauhid. 
  33. al-Ibriz ad-Dani fi Maulidi Sayyidina Muhammad Sayyid al-‘Adnani. 
  34. Bughyatul ‘Awam fi Syarhi Maulidi Sayyidil Anam.
  35. Ad-Durar al-Bahiyyah fi Syarhi al-Khashaish an-Nabawiyah. 
  36. Kasyf al­ Muruthiyyah ‘an Sattar al­ Ajurumiyah. 
  37. Lubabul Bayan fi ‘Ilm al Bayan (Syarh kitab Risalah fi al-Isti’arah karya Syekh Husein al-Maliki).
  38. Qut al­ Habib al­Gharib (catatan atas Syarh at­Taqrib karya Abi Syuja’).
  39. Fathul ‘Arifin. 
  40. Ar­ Risalah al­ Jami’ah baina Ushulu ad­ Din wal Fiqh wa at­ Tashawwuf. 
Semua kitab-kitab di atas, hingga kini masih banyak dikaji di banyak pesantren di Indonesia. Tentu, selain kitab yang telah disebutkan, masih banyak lagi kitab karya Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani, sebagaimana telah dilansir di atas bahwa jumlah keseluruhan kitab karya beliau berkisar 115 buah kitab dalam berbagai lapangan ilmu pengetahuan. 

Akhir Hayat

Syekh Nawawi al-Bantani wafat dalam usia 84 tahun, pada tanggal 25 Syawal 1314 H (1897 M) di kediamannya di Syi’b Ali, Mekkah. Jenazah beliau dikebumikan di pekuburan Ma’la, Mekkah, berdampingan dengan kuburan Syekh Ibnu Hajar al-Haitsami dan Siti Asma’ binti Abi Bakar Ra. 

Beliau wafat meninggalkan 4 orang puteri : Ruqayyah, Nafisah, Maryam (dinikahkan dengan murid beliau yang bernama KH. Asy’ari - Bawean), dan Zahrah.
Bang Mimin
Bang Mimin Content Writer