Biografi Sunan Bonang
Table of Contents
Kecendrungan terhadap seni dan sastra membuatnya banyak belajar kesenian dan budaya Jawa, tentang kesusatraan Jawa, tembang-tembang jenis majapat yang populer masa itu kepada ibunya, seorang putri Bupati Tuban yang banyak memahami sastra Jawa.
Mengawali dakwahnya, Raden Mahdum Ibrahim memasuki pedalaman Kediri, Jawa Timur, dengan mendirikan langgar (mushalla) di tepi barat sungai Brantas, desa Singkal, Kabupaten Nganjuk. Gaya dakwah yang keras, seperti merusak arca yang dipuja penduduk menimbulkan konflik dan banyak tokoh yang memusuhi Sunan Bonang, terutama tokoh-tokoh ajaran Bhairawa-Tantra, Ki buto Lucoyadan Nyai Plencing.
Mengawali dakwahnya, Raden Mahdum Ibrahim memasuki pedalaman Kediri, Jawa Timur, dengan mendirikan langgar (mushalla) di tepi barat sungai Brantas, desa Singkal, Kabupaten Nganjuk. Gaya dakwah yang keras, seperti merusak arca yang dipuja penduduk menimbulkan konflik dan banyak tokoh yang memusuhi Sunan Bonang, terutama tokoh-tokoh ajaran Bhairawa-Tantra, Ki buto Lucoyadan Nyai Plencing.
Dakwah Sunan Bonang belum mencapai keberhasilan, masyarakat Kediri masih belum menerima Islam hingga datang masanya Sunan Prapen tahun 1551 M. Kegagalan dakwah Sunan Bonang di kediri, mengantarkannya pindah ke Demak atas panggilan Raja Demak, Raden Patah, yang mengangkatnya sebagai imam Masjid Demak.
Namun tidak lama kemudian ia melepaskan jabatan sebagai imam, kemudian pindah ke Lasem dan mendirikan sebuah zawiyah, tempat khusus untuk beribadah, dan digunakan juga oleh para pengamal tasawuf sebagai tempat khalwat. Kemudian Pada usia 30 tahun, Sunan Bonang dijadikan Wali Negara Tuban yang mengurusi berbagai hal yang menyangkut agama Islam.
Sunan Bonang dikenal sebagai penyebar Islam yang menguasai ilmu fikih, ushuluddin, tasawuf, seni, sastra, arsitektur dan ilmu bela diri atau silat. Keluasan ilmunya dapat dilihat dari buku-buku sumber yang dijadikan rujukan dalam menulis Naskah Primbon Bonang. Naskah ini berisi ajaran tasawuf yang bersumber dari kitab-kitab klasik karangan ulama-ulama Sufi, seperti Imam Ghazali, Abu Thalib Al-Makki, dan ulama-ulama lainnya.
Kemampuan Sunan Bonang sebagai dalang pertunjukan wayang, memberikannya kesempatan menyisipkan dakwah Islam melalui seni yang digemari penduduk pada zamannya. Ia mencoba menyempurnakan susunan musik gamelan dan menambahkan irama-irama lagu.
Selain sebagai tokoh penyebar Islam, sunan Bonang juga dikenal sebagai orang yang sangat pandai mencari sumber air di tempat-tempat sulit air. Masyarakat mengenalnya tokoh yang punya banyak kelebihan. sementara “kesaktian” yang ditunjukkan Sunan Bonang sebenarnya adalah karamah yang diberikan Allah SWT.
Hidup tidak menikah atau membujang hingga akhir hayatnya, Sunan Bonang diperkirakan wafat tahun 1525 M, di makamkan di Tuban, sebelah barat alun-alun kota Tuban. Di dinding tembok makamnya hanya tertulis tahun pembangunan dinding menunjuk pada tahun 1689 M.
A. Peran Sunan Bonang dalam Perkembangan Islam di Indonesia
Dalam melakukan dakwah Islam di daerah Jawa, Sunan Bonang punya peran penting dalam pengembangan dan penyebaran syiar agama Islam, yaitu:
1. Mengembangkan dakwah Islam lewat seni dan budaya
Alat musik bonang selalu digunakan untuk mengiringi pertunjukan wayang. Alat ini juga digunakan oleh aparat desa untuk mengumpulkan warga jika ada informasi yang disampaiakan kepada masyarakat. Kondisi masyarakat yang menyukai pertunjukan wayang dimanfaatkan Sunan Bonang untuk menarik simpati masyarakat memeluk Islam dengan memasukkan pesan-pesan dakwah Islam dalam pertunjukan.
Keahlian dan kemampuan Sunan Bonang memahami sastra jawa dan tampil sebagai dalang, turut berperan melakukan penyempurnaan dalam bertunjukan sbb:
- Menyempurnakan susunan gamelan
- Menambahkan lagu-lagu
- Menambahkan ricikan, seperti ricikan kuda, gajah, harimau, garuda, kreta perang, dan rampongan
- Menggubah tembang-tembang Jawa dan membuat berbagi jenis gending
- Penemu alat musik bonang
2. Memasukkan nilai-nilai keislaman pada tradisi masyarakat Jawa
Masyarakat Jawa mengenal ritual pancamakara dalam ajaran tantrayana, yaitu sebuah upacara yang dilakukan dengan duduk mengelilingi makanan, di tengah-tengah dengan seorang Cakreswara (imam) sebagai pemimpinnya membacakan mantra-mantra.
Melihat tradisi yang dilakukan masyarakat, Sunan Bonang mengisi tradisi ini dengan upacara kenduri atau selamatan dengan doa-doa Islam. Sebutan Anyakrawati (pemimpin lingkaran cakra) diberikan kepada Sunan Bonang karena ikut meneruskan tradisi dan mengubah isinya bernilai ajaran Islam.
3. Menyebarkan dakwah melalui karya Sastra Suluk Wujil
Naskah Primbon adalah tulisan Sunan Bonang, memuat ajaran tasawuf yang mendalam. Tulisan ini merupkan hasil bacaannya yang bersumber dari kitab-kitab klasik, berisi ajaran Islam dan nasehat-nasehat para ulama yang merujuk tulisan ulama sebelumnya, seperti kitab Ihya’ ‘Ulm al-Din, karya Imam Al-Gozali, kitab Talkhis Al-Minhaj karangan Imam Nawawi, dan kitab-kitab lainnya.
Selain itu, Sunan Bonang juga menulis tentang pengetahuan tasawuf yang lebih mendalam yaitu karyanya berjudul Suluk Wujil, yang ditulis dalam sastra Jawa, berbentuk tembang. Karya ini
masih tersimpan di perpustakaan Universitas Lieden, Belanda.
masih tersimpan di perpustakaan Universitas Lieden, Belanda.
B. Sikap Positif dalam Pribadi Sunan Bonang
Dalam usaha menyebarkan dan mengembangkan dakwah Islam di Indonesia, Sunan Bonang patut menjadi teladan dalam sikap positip yang ditunjukkan, diantaranya:
1. Penyebar Islam yang gigih dan ulet
Kegagalan Sunan Bonang berdakwah di Kediri karena melakukan dakwah dengan pendekatan yang cenderung keras membuatnya dimusuhi oleh tokoh-tokoh ajaran Bhairawa-Tantrana, Kondisi ini tidak membuat ia mundur mengembangkan dakwah Islam. Ia melakukan perubahan strategi dakwah melalui seni dan budaya yang digemari masyarakat. Sunan Bonang selalu mampu memanfaatkan peluang untuk mengajak seseorang menganut ajaran Islam.
2. Seniman kreatif dan inovatif dalam mengembangkan media dakwah
Sunang Bonang memahami sastra Jawa, ia menulis suluk berisi tembang yang berisi pesan-pesan ajaran Islam. Ia juga mengembangkan dakwah Islam lewat seni pertunjukan dan musik yang digemari masyarakat di zamannya. Kemampuan memainkan alat musik Bonang menarik perhatian masyarakat dan lambat laun mendekat untuk memeluk Islam.
3. Toleran dalam dakwah
Kegagalannya berdakwah di Kediri dengan pendekatan yang keras membuat Sunan Bonang merubah strategi dengan memahami tradisi yang sedang berlansung di masyarakat dan memasukkan nilai-nilai keislaman dalam ritual keagamaan tantrayana menjadi tradisi lingkaran kenduri atau selamatan yang didisi dengan pembacaan dzikir dan doa.