Kisah Hijrah Nabi Muhammad SAW Ke Thaif dan Penyebabnya
Table of Contents
A. Sebab-sebab Nabi Muhammad Saw Hijrah ke Thaif
Kaum Kafir Quraisy tidak henti-hentinya menghalangi Nabi Muhammad Saw dan kaum muslimin untuk menyebarkan agama Islam di Mekah. Mereka tidak rela agama Islam menggantikan agama nenek moyangnya. Halangan dan rintangan semakin menjadi-jadi dari kaum kafir Quraisy ketika Istrinya Khadijah dan pamannya Abu Thalib meninggal dunia.
Khadijah selalu mendampingi perjuangan Nabi Muhammad Saw baik suka maupun duka. Tidak sedikit harta benda yang dihabiskan selama mendampingi Rasulullah Saw. dalam berdakwah. Khadijah wafat dalam usia 65 tahun dan mendampingi Nabi Muhammad Saw selama 25 Tahun. Begitu pula pamanya Abu Thalib.
Pamannya inilah yang sangat berjasa baik di waktu beliau masih kecil maupun ketika beliau sudah dewasa. Abu Thalib selalu membela dan melindunginya dari ancaman kaum Kafir Quraisy. Begitu sedihnya Nabi Muhammad Saw ketika ditinggal wafat istri dan pamannya.
Beliau telah kehilangan tulang punggung yang kuat yang selama ini sangat berjasa terhadap dakwah Islam. Yang selalu melindungi beliau dari gangguan kaum Kafir Quraisy. Karena kesedihan Rasulullah Saw. yang sangat mendalam, maka tahun wafatnya Khadijah istri Rasulullah Saw dan pamannya Abu Thalib di sebut dengan tahun Umul Huzn atau tahun kesedihan.
Ketika Nabi Muhammad Saw. dalam keadaan berduka, kaum Kafir Quraisy makin menghalangi dan memusuhi beliau. Mereka beranggapan bahwa Rasulullah Saw. tidak lagi mempunyai pelindung apabila disakiti dan dianiaya oleh kaum kafir Quraisy. Setiap hari, siang malam, beliau tidak ada henti-hentinya menerima celaan, cercaan, penghinaan, dan perbuatan yang menyakitkan dari kaum Kafir Quraisy.
Akhirnya Nabi Muhammad Saw memutuskan hijrah ke Thaif. Beliau berharap dapat hidup tenang dan damai untuk menyebarkan agama Islam. Hal ini berdasarkan pemikiran beliau bahwa di Thaif ada saudara-saudara Rasulullah Saw yang menjadi pimpinan di Thaif yang nantinya akan melindunginya.
B. Peristiwa Hijrah ke Thaif
Allah SWT berfirman dalam Qs. Az-Zukhruf ayat 31, berbunyi:
ÙˆَÙ‚َالُÙˆْا Ù„َÙˆْÙ„َا Ù†ُزِّÙ„َ Ù‡ٰذَا الْÙ‚ُرْاٰÙ†ُ عَÙ„ٰÙ‰ رَجُÙ„ٍ Ù…ِّÙ†َ الْÙ‚َرْÙŠَتَÙŠْÙ†ِ عَظِÙŠْÙ…ٍ
Artinya: Dan mereka (juga) berkata, “Mengapa Al-Qur’an ini tidak diturunkan kepada orang besar (kaya dan berpengaruh) dari salah satu dua negeri ini (Mekah dan Thaif)?” (QS. Az-Zukhruf : 31)
Kota Thaif masih berada di Jazirah Arab. Letaknya sekitar 65 km di sebelah tenggara kota Mekah. Ke dua kota ini terkenal dengan tanahnya yang subur dan udaranya yang sejuk di Jazirah Arab. Kota Thaif didiami penduduk dari Bani Saqif. Mereka terdiri atas dua suku, yaitu Bani Ahlaf dan Bani Malik. Dari Bani Saqif inilah terdapat keluarga dekat Nabi Muhammad Saw yang bernama Kinanah, Mas’ud, dan Habib. Mereka bertiga memegang kekuasaan di Thaif.
Nabi Muhammad Saw hijrah ke Thaif selain semakin meningkatnya ancaman dan penganiayaan dari kaum Kafir Quraisy juga ingin bertemu dengan keluarga dekatnya. Rasulullah Saw ingin mereka bisa mengikuti dakwahnya dan ikut serta menggerakkan dakwah beliau di kota Thaif. Dengan demikian, penduduk Thaif akan segera mengikuti dakwah Nabi dan mereka dapat memberi bantuan kepada kaum muslimin yang berada di kota Mekah.
Berangkatlah Nabi Muhammad Saw ke Thaif ditemani oleh Zaid bin Haritsah yang merupakan bekas budak Khadijah yang telah diangkat menjadi anak dengan berjalan kaki. Setiba Nabi Muhammad Saw di kota Thaif, beliau mencari tempat kediaman saudaranya yang merupakan pemimpin Bani Tsaqif di Thaif.
Setelah bertemu, Rasulullah Saw menyampaikan maksud kedatangannya yang ingin menyambung tali persaudaraan. Beliau lalu menganjurkan kepada saudaranya itu untuk memeluk agama Islam. Mendengar ajakan Nabi Muhammad Saw, seketika itu mereka marah, kemudian mencaci maki dengan perkataan-perkataan yang sangat kasar.
Mereka mengusir Rasulullah Saw dari rumah mereka dan harus pergi dari kota Thaif. Nabi Muhammad Saw. akhirnya meninggalkan rumah saudaranya itu. Mereka memerintahkan kepada anak-anak dan budak-budak mereka berteriak dan mencaci maki serta menghina Rasulullah Saw. dan Zaid bin Haritsah.
C. Ketabahan Nabi Muhammad Saw dalam Peristiwa Hijrah ke Thaif
Nabi Muhammad Saw ketika hijrah ke Thaif mendapat penolakan dari pemimpin dan masyarakat kota itu. Mereka mengusir dan melempari batu sepanjang jalan yang dilewati beliau berdua. Meskipun Nabi Muhammad Saw dalam keadaan terluka, mereka tetap melakukan perbuatan yang kejam. Kedua kaki beliau luka dan mengeluarkan darah.
Demikian juga Zaid bin Haritsah, kepalanya terluka karena terkena lemparan batu. Dengan tertatih tatih dan menahan rasa sakit Nabi Muhammad Saw meninggal kota Thaif. Ditengah perjalanan meninggalkan kota Thaif, Nabi Muhammad Saw beristirahat disebuah kebun milik Utbah bin Rabi’ah dan Syaibah ibn Rabi’ah, yang keduanya termasuk orang yang memusuhi Rasullah Saw di Mekah.
Bertambah sedihlah beliau ketika melihat Utbah dan Syaibah berada di kebun tersebut dan sudah mengetahui kedatangan Nabi Muhammad Saw. bersama Zaid bin Haritsah untuk istirahat dikebunnya. Nabi Muhammad Saw kemudian berdoa kepada Allah Swt mengadukan kepedihan dan kesengsaraan yang di deritanya.
Dari jauh Utbah dan Syaibah memperhatikan gerak-gerik Nabi Muhammad Saw dan Zaid bin Haritsah. Timbul rasa kasihan karena keduanya sedang terluka parah dan berlumuran darah. Mereka lalu menyuruh budaknya yang bernama Addas untuk memberikan sepiring anggur. Sebelum memakannya Nabi membaca bismillah.
C. Ketabahan Nabi Muhammad Saw dalam Peristiwa Hijrah ke Thaif
Nabi Muhammad Saw ketika hijrah ke Thaif mendapat penolakan dari pemimpin dan masyarakat kota itu. Mereka mengusir dan melempari batu sepanjang jalan yang dilewati beliau berdua. Meskipun Nabi Muhammad Saw dalam keadaan terluka, mereka tetap melakukan perbuatan yang kejam. Kedua kaki beliau luka dan mengeluarkan darah.
Demikian juga Zaid bin Haritsah, kepalanya terluka karena terkena lemparan batu. Dengan tertatih tatih dan menahan rasa sakit Nabi Muhammad Saw meninggal kota Thaif. Ditengah perjalanan meninggalkan kota Thaif, Nabi Muhammad Saw beristirahat disebuah kebun milik Utbah bin Rabi’ah dan Syaibah ibn Rabi’ah, yang keduanya termasuk orang yang memusuhi Rasullah Saw di Mekah.
Bertambah sedihlah beliau ketika melihat Utbah dan Syaibah berada di kebun tersebut dan sudah mengetahui kedatangan Nabi Muhammad Saw. bersama Zaid bin Haritsah untuk istirahat dikebunnya. Nabi Muhammad Saw kemudian berdoa kepada Allah Swt mengadukan kepedihan dan kesengsaraan yang di deritanya.
Dari jauh Utbah dan Syaibah memperhatikan gerak-gerik Nabi Muhammad Saw dan Zaid bin Haritsah. Timbul rasa kasihan karena keduanya sedang terluka parah dan berlumuran darah. Mereka lalu menyuruh budaknya yang bernama Addas untuk memberikan sepiring anggur. Sebelum memakannya Nabi membaca bismillah.
Addas terkejut karena belum pernah mendengar sesorang membacanya. Rasulullah Saw lalu bertanya, “Dari manakah engkau brasal dan apa agamamu?” Kemudian Addas menjawab, “Saya berasal dari ahli Nainawi dan saya seorang pengikut agama Nasrani.”
Rasulullah Saw berkata lagi, “Dari negerinya seorang laki-laki yang baik, Yunus bin Mata?” Kemudian Addas menjawab, “Dari mana engkau mengenal Yunus bin Mata?”. Nabi Muhammad Saw menjawab dengan tegas, “Dia Saudaraku, ia adalah seorang nabi dan aku ini juga seorang nabi.”
Kemudian Nabi Muhammad Saw dengan tenang dan suara yang lantang membaca beberapa ayat Al-Qur’an yang didalamnya menceritakan riwayat Nabi Yunus. Sesudah Addas mendengarkan, ia langsung menyatakan masuk Islam. Nabi Muhammad Saw. dan Zaid melanjutkan perjalanan kembali ke Mekah.
Ditengah perjalanan malaikat Jibril menemui Nabi Muhammad Saw dan minta izin kepada beliau untuk menghukum masyarakat kota Thaif yang sudah berbuat kejam kepadanya. Namun Rasulullah Saw menolaknya, bahkan mendoakan masyarakat Thaif. “Ya Allah! Engkau tunjukkan (jalan yang lurus) kepada kaumku karena sesungguhnya mereka tidak mengerti.”
Setelah mengalami beberapa peristiwa, akhirnya Nabi Muhammad kembali memasuki Mekah dengan jaminan perlindungan dari Mut’im bin Adi. Demikianlah akhlak Rasulullah Saw pada waktu menghadapi kekejaman penduduk Thaif. Beliau dengan tabah menghadapi kekejaman kaum Kafir Quraisy dan penduduk Thaif.
Walaupun beliau dalam keadaan sedih karena di tinggal orang yang dicintainya, perlawanan kaum Kafir Quraisy dan penduduk Thaif tetapi Nabi Muhammad Saw. tetap tabah dan bahkan mendo’akanya.