Kisah Masa Kanak-kanak Nabi Muhammad SAW
Table of Contents
A. Kelahiran Orang yang Terpuji
Di masa menjelang kelahiran Nabi Muhammad Saw, keadaan di kota Mekah dalam bidang usaha dan perekonomian sudah cukup maju. Mereka suka berdagang hingga ke luar negeri. Ketika masyarakat Arab khususnya penduduk kota Mekah diberikan kemudahan memperoleh uang, harta, sumber alam, ternak, barang perniagaan, mereka ungkapkan rasa bahagia dan senangnya dengan cara-cara mengumbar hawa nafsu, foya-foya, sombong, dan menunjukkan rasa suka cita mereka dengan memberikan sesembahan kepada patung berhala-berhala mereka.
Mereka kaum kafir jahiliyah di Kota Mekah mengungkapkan kesenangan dan kekecewaan dengan cara-cara yang ekstrim. Kelahiran Nabi Muhammad adalah kehendak Allah Swt untuk menciptakan perubahan, di dalam Hadis Riwayat Ahmad di jelaskan :
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak-akhlak mulia.”
إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاقِ
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak-akhlak mulia.”
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah : 143 yang artinya : “Dan demikian (pula) kami telah menjadikan kamu (ummat Islam) umat pertengahan (yang adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu”.
Demikianlah keadaan masyarakat Mekah menjelang kelahiran Nabi Muhammad Saw. Akhlak atau tingkah laku dan iman mereka sangat jauh menyimpang dari ajaran Allah Swt yang telah dibawa oleh para nabi terdahulu.
Dalam keadaan masayarakat seperti itulah, Nabi Muhammad Saw dilahirkan. Beliau dilahirkan di dalam keluarga bangsawan Quraisy yang sangat dihormati dan disegani. Kakek beliau yang bernama Abdul Muthalib adalah bangsawan Quraisy yang dipercaya oleh kaumnya untuk menjaga ka’bah. Sebuah tugas yang terhormat bagi kaum Quraisy pada waktu itu.
Rasulullah Muhammad Saw lahir pada hari Senin tanggal 12 Rabiulawal tahun Gajah bertepatan dengan tanggal 20 April 571 Masehi. Muhammad lahir dari keluarga miskin harta tetapi kaya dalam akhlak dan budi pekerti. Muhammad Saw adalah cucu Abdul Muthalib yang tergolong keluarga terhormat dan sangat disegani.
Nabi Muhammad Saw lahir di tahun yang sangat bersejarah bagi penduduk kota Mekah, tahun itu disebut tahun Gajah. Peristiwa diserangnya kota Mekah oleh tentara bergajah pimpinan Raja Abraha yang hendak menghancurkan Ka’bah, tetapi atas pertolongan Allah Swt, pasukan tersebut hancur karena dihujani batu atau kerikil panas yang di bawa segerobolan burung yang datang terbang berbondong-bondong.
Siti Aminah ibunda Nabi Muhammad Saw menceritakan bahwa pada waktu melahirkan, dia tidak merasakan sakit sebagaimana biasanya oran melahirkan. Pada waktu Aminah melahirkan, Abdul Muthalib sedang berada di Kabah. Ketika dikabarkan bahwa cucu yang dinantikannya telah lahir, Abdul Muthalib segera mendatangi rumah Siti Aminah.
Dia sangat bangga dan bergembira dengan lahirnya cucu yang dinantikannya itu. Abdul Muthalib pun membawa cucunya itu tawaf, yaitu keliling Kabah sebagai tanda syukur kepada Allah Swt. sambil menggendong cucunya itu Abdul Muthalib tidak henti-hentinya memuji keagungan Allah Swt. kemudian dia memberi nama nama cucu kesayangannya itu dengan nama Muhammad, artinya “orang yang terpuji”.
B. Nabi Muhammad Saw pada Awal Pengasuhan
B. Nabi Muhammad Saw pada Awal Pengasuhan
Orang-orang Arab kota Makkah memiliki tradisi, terutama pada orang-orang bangsawan, untuk menyusukan dan menitipkan bayi-bayi mereka kepada wanita Badiyah (dusun di padang pasir). Maksudnya agar bayi-bayi mereka itu dapat menghirup udara yang segar, terhindar dari penyakit, dan supaya bayi-bayi itu dapat berbicara dengan bahasa yang baik dan fasih.
Nabi Muhammad Saw. pun demikian. Setelah dilahirkan oleh ibunya, beliau disusui oleh Tsuwaibah Al-Aslamiyah selama 3 hari, sesudah penyusuan ibu beliau. Tsuwaibah adalah pelayan paman Nabi yang bernama Abi Lahab.Kemudian Nabi diserahkan oleh ibunya kepada seorang wanita Badiyah yang bernama “Halimatussa’diyah” dari Bani Sa’ad kabilah Hawazin.
Tempat tinggalnya tidak jauh dari kota Makkah. Di perkampungan Bani Sa’ad inilah Nabi Muhammad Saw diasuh dan dibesarkan. Sungguh bahagia Halimah diamanahkan bayi Muhammad. Penghidupannya berubah menjadi baik, semula binatang ternaknya kurus-kurus, kehidupannya agak menderita, dia termasuk keluarga yang miskin dan perawakannya juga agak kurus, sesuai dengan keadaan ekonominya di waktu itu. Anak kandungnya sendiri, pada mulanya sering menangis karena kelaparan dan kekurangan air susu.
Melalui pertolongan Allah Swt. setelah Nabi Muhammad berada dalam asuhannya, binatang ternaknya berkembang biak, tanaman kebun dan sayurannya pun subur, penghidupannya makmur, air susunya menjadi banyak sehingga anaknya tidak merasa kelaparan lagi dan Halimah pun menjadi gemuk dan sehat.
Halimah telah mendapat rahmat dari Allah Swt. dengan sebab memelihara Nabi, Halimah sangat menyayangi Muhammad seperti menyayangi anaknya sendiri. Awal mulanya Nabi Saw. akan tinggal dengan Halimah selama 2 tahun, kemudian dengan permintaan Halimah sendiri supaya Nabi diizinkan tinggal terus bersama dia, maka permintaan Halimah ini diperkenankan oleh Aminah (ibu Nabi) sehingga tinggallah Nabi dengan Halimah selama 4 tahun.
C. Nabi Muhammad Saw dalam Asuhan Siti Aminah
Awalnya menurut perjanjian Siti Aminah (Ibu Nabi) yang bernama lengkap Aminah binti Wahab bin ‘Abdi Manāf bin Zuhrah bin Kilāb dengan Halimah (yang mengasuh), Muhammad akan tinggal bersama Halimah selama 2 tahun saja, sesudah itu Halimah harus mengembalikan Muhammad kepada Siti Aminah (ibu Nabi).
Tetapi, rupanya setelah sampai masa perjanjian itu, Halimah masih belum sampai hati akan berpisah dengan Muhammad yang sangat disayanginya itu. Halimah menyayangi Muhammad seperti menyayangi anak kandungnya sendiri, apalagi keberkahan hidupnya selama memelihara anak-yatim (Muhammad) itu, terasa olehnya rahmat yang diberikan Allah dalam kehidupannya selama itu.
Siti Aminah bermurah hati untuk melepaskan anaknya kembali dalam asuhan Halimah, setelah Halimah memohon agar Muhammad kecil selama 2 tahun bisa dalam asuhannya lagi, maka kembalilah Muhammad dalam pemeliharaan dan asuhan Halimah. Alangkah suka-cita rasa hati Halimah di waktu itu bahwa Muhammad telah ada lagi di sampingnya.
Setelah sampai waktu 2 tahun berikutnya itu, terpaksalah Halimah menyerahkan Muhammad kepada Siti Aminah, walaupun hatinya masih berat juga berpisah dengan Muhammad. Beliau mengajukan usul lagi seperti dahulu, Halimah telah merasa malu terhadap Siti Aminah, dan Halimah selaku seorang ibu dapat pula merasakan perasaan yang terkandung pada diri Siti Aminah yang sudah tentu pula sangat merindukan anaknya untuk tinggal bersama.
Semenjak itu tinggallah Muhammad bersama ibunya. Sesudah Muhammad berusia kira-kira 6 tahun atau setahun kemudian, beliau dibawa oleh ibunya ke Madinah bersama-sama dengan Ummu Aiman. Maksud membawa Nabi ke Madinah ini, pertama untuk memperkenalkan ia kepada keluarga neneknya Bani Najjar, dan kedua untuk berziarah ke makam ayahnya, ‘Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin ‘Abdi Manāf bin Quṣaiy bin Kilāb.
Kemudian diperlihatkan kepadanya rumah tempat ayahnya ketika dirawat di waktu sakit sampai meninggal, dan pusara tempat ayahnya dimakamkan. Ayah Nabi meninggal dunia sedang beliau dalam kandungan Ibunya kira-kira 6 bulan dan ada yang berpendapat 3 bulan, umur Ayah beliau 18 tahun, dia tidak meninggalkan harta benda yang banyak yang akan diwarisi oleh puteranya, hanya beliau meninggalkan beberapa ekor unta saja.
Mereka tinggal disana kurang lebih 1 bulan. Ketika akan kembali ke Makkah dan baru sampai di kampung Abwa’, tiba-tiba Aminah jatuh sakit, sehingga meninggal dan dimakamkan di sana
juga. Betapa sedih Nabi Muhammad Saw. menghadapi musibah atas kematian ibundanya itu.
juga. Betapa sedih Nabi Muhammad Saw. menghadapi musibah atas kematian ibundanya itu.
Baru beberapa hari saja ia mendengar keluhan ibunya atas kematian ayahnya yang telah meninggalkannya sewaktu Nabi Muhammad Saw masih dalam kandungan, sekarang ibunya telah meninggal pula di hadapan matanya sendiri. Akibatnya, dalam usia 6 tahun ia tinggal sebatang kara, menjadi seorang yatim-piatu.
Selanjutnya setelah ibundanya dimakamkan, Nabi Muhammad Saw. segera meninggalkan kampung Abwa’ itu. Beliau kembali melanjutkan perjalanannya ke Makkah bersama-sama dengan Ummu Aiman. Dan sebagian sejarah mengatakan beliau kembali melanjutkan perjalanannya itu bersama Kakeknya, Abdul Muthalib.
Sejarah yang lainpun mengatakan bahwa beliau kembali melanjutkan perjalanannya bersama Ṡuwaibah. Nabi tinggal bersama dalam asuhan ibunya hanya 2 tahun, begitu singkat. keadaan ini begitu berat bagi Muhammad kecil. Maka semenjak saat itu pemeliharaannya di serahkan kepada kakeknya Abdul Muthalib.
D. Nabi Muhammad dalam Asuhan Abdul Muthalib
Nabi Muhammad Saw. ayahnya bernama Abdullah. Ayah dari Abdullah bernama Abdul Muthalib. Kakek Nabi Muhammad Saw. itu sangat sayang kepadanya. Ketika mendengar bahwa cucunya telah lahir, bukan main bahagia hatinya, dan diberinya nama “Muhammad” artinya orang yang dipuji.
Nama Nabi Muhammad Saw adalah pemberian langsung Allah Swt, dengan nama “Ahmad” artinya orang yang lebih dipuji, sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an surat Shaff ayat 6, yang artinya:”Ingatlah ketika berkata Nabi Isa anak Maryam: “Ya Bani Israil! Sesungguhnya aku utusan Allah kepadamu, membenarkan bagi apa yang antara hadapanmu dan aku memberi khabar suka dengan kedatangan seorang Rasul yang datang sesudahku nanti, yang bernama Ahmad. Maka, tatkala datang Nabi Muhammad Saw membawa keterangan yang nyata, mereka
berkata: ini adalah sihir yang nyata”
berkata: ini adalah sihir yang nyata”
Jelaslah nama Nabi Muhammad Saw. itu adalah dua buah, yaitu Muhammad, nama yang diberikan oleh kakeknya (Abdul Muthalib) dan Ahmad, nama yang datang dari Allah swt. Kasih sayang yang diberikan oleh kakeknya Nabi Muhammad Saw. merasa terhibur dan dapat melupakan kemalangan nasibnya terhadap kematian ibunya. Keadaan ini tidak lama berjalan.
Sebab, baru saja berselang 2 tahun ia merasa terhibur di bawah asuhan kakeknya, akan tetapi kakeknya yang baik hati itu meninggal pula dalam usia 80 tahun. Nabi Muhammad Saw. ketika itu baru berusia 8 tahun. Meninggalnya Abdul Muthalib itu, bukan saja merupakan kesedihan besar bagi Nabi Muhammad Saw, tetapi juga merupakan kemalangan bagi segenap penduduk Makkah.
Akibat meninggalnya Abdul Muthalib itu, penduduk Makkah kehilangan seorang pemimpin dan tokoh yang bijaksana, berani, cerdas dan pejuang yang tidak mudah mencari gantinya.
Abdul Muthalib pernah berwasiat pengasuhan Muhammad berlanjut kepada anak-anaknya, paman-paman dari Nabi Muhammad. Diasuhlah Nabi Muhammad oleh pamannya yaitu Abu Ṭhalib. Kesungguhan dia mengasuh Nabi serta kasih sayang yang dicurahkannya ini, tidaklah kurang dari apa yang diberikan kepada anaknya sendiri.
E. Nabi Muhammad dalam Asuhan Abu Thalib
Abu Thalib termasuk paman nabi yang mempunyai anak banyak dan penghidupannya termasuk orang yang agak kurang mampu (miskin). Nabi Muhammad Saw. diwaktu kecil suka menggembala kambing kepunyaan orang-orang Makkah, dengan mendapatkan upah. Dengan upah tersebut cukup bagi beliau untuk bisa hidup dengannya. Berniaga (berdagang) adalah pekerjaan sehari-hari Abu Thalib.
Kemana saja dia berjalan sering di ikuti oleh Nabi, bahkan ketika Abu Thalib pergi berdagang ke negeri Syam, Nabi diajak menyertainya. Waktu itu Nabi berusia 12 tahun. Sejak itulah Nabi Muhammad Saw mulai belajar berniaga.
Hingga dewasa Abu Thalib mengasuh Nabi Muhammad Saw. Dia pulalah yang melindungi jiwa Nabi Muhammad Saw., baik sewaktu masih kanak-kanak maupun setelah menjadi Rasul. Oleh karena itu, Nabi Muhammad Saw. sangat sayang terhadap pamannya itu. Nabi Muhammad Saw. tidak akan pernah terpaut jauh dari pamannya Abu Thalib, mereka selalu dekat sejak usia 8 sampai 25 tahun.
Dikatakan juga, bahwa Nabi Muhammad Saw tidak pernah dusta dan tidak pernah melakukan perbuatan Jahiliyah. Pernah diajak Abu Thalib untuk pergi mendatangi perayaan di hadapan berhala Hubal dengan menyembelih hewan. Nabi tidak bersedia dengan menjawab: “Tiap-tiap saya mendekati sebuah berhala, tampak kepada saya seorang laki-laki putih tinggi berteriak dengan mengatakan mundur Muhammad, jangan sentuh.”
Setiap langkah yang dikerjakan oleh Nabi sejak kecil pasti benar. Karena senantiasa terjaga dan dibimbing oleh Allah Swt. Beliau benar-benar memiliki akhlak yang mulia sesuai dengan tugasnya untuk menyempurnakan akhlak manusia agar memiliki prilaku yang mulia.