Mata Pencaharian Masyarakat Arab Sebelum Islam
Table of Contents
Penduduk masyarakat Arab yang tinggal di kota disebut suku Hadary, artinya penduduk yang menetap di kota. Mata pencaharian mereka adalah berdagang. Sedangkan penduduk pedesaan disebut suku Badawi (Badui) yang suka berpindah-pindah tempat.Peternakan menjadi sumber kehidupan bagi Arab Badui.
Mereka berpindah-pindah menggiring ternaknya ke daerah yang sedang musim hujan atau padang rumput. Mereka mengkonsumsi daging dan susu dari ternaknya, serta membuat pakaian dari bulu domba. Masyarakat perkotaan yang tinggal di daerah subur, seperti Yaman, Thaif, Madinah, Najd, Khaibar atau yang lainnya, mereka menggantungkan sumber kehidupan pada pertanian.
1. Peternakan
Peternakan menjadi sumber kehidupan bagi Arab Badui. Mereka berpindah-pindah menggiring
ternaknya ke daerah yang sedang musim hujan atau padang rumput. Mereka mengkonsumsi daging dan susu dari ternaknya, serta membuat pakaian dari bulu domba. Jika telah terpenuhi kebutuhannya, mereka menjualnya kepada orang lain. Orang kaya dikalangan mereka dinilai dan terlihat dari banyaknya hewan ternak yang dimilikinya. Binatang ternak yang mereka pelihara terutama adalah biri-biri, kambing, dan unta.
Selain Arab Badui, sebagian masyarakat perkotaan yang menjadikan peternakan sebagai sumber penghidupan. Ada yang menjadi penggembala ternak milik sendiri, ada juga yang menggembala ternak orang lain. Seperti Nabi Muhammad Saw, ketika tinggal di Bani Sa’ad, beliau seorang penggembala kambing. Begitu juga Umar bin Khattab, Ibnu Mas’ud dan lain-lain.
2. Pertanian
Jazirah Arab di sebagian besar daerahnya berupa padang pasir yang luas. Keadaan di padang pasir itu sangat panas dan gersang. Di padang pasir hamper tidak ada pohon-pohonan. Tetapi ada juga sebagian yang tanahnya subur. Lahan yang subur itu terletak di lembah-lembah yang terdapat mata air (oase) dan sering turun hujan.
Suku Arab yang mendiami lembah yang subur itu mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Tanah pertanian mereka antara lain sayuran dan buah-buahan. Hasil pertanian itu kemudian dijual ke kota-kota, seperti Mekah dan Madinah.
Adapun masyarakat perkotaan yang tinggal di daerah subur, seperti Yaman, Thaif, Madinah, Najd, Khaibar atau yang lainnya, mereka menggantungkan sumber kehidupan pada pertanian. Meskipun wilayah Arab dikelilingi lautan pada ketiga sisinya, namun wilayah ini nyaris tidak mempunyai sungai, jika ada hanyalah sungai kecil yang tidak berfungsi sebagai sarana pelayaran.
Andaikan cukup curah hujan maka sudah pasti wilayah ini sangat subur untuk menghasilkan kopi, kurma, gandum dan buah-buahan lainnya. Kurma merupakan tanaman primadona di wilayah Arab. Ia sangat dekat dengan kehidupan masyarakat, baik mereka yang kaya maupun miskin. Sebab tanpa pohon kurma maka kehidupan di padang pasir akan semakin terasa sangat menderita. Pohon kurma sendiri di tanah Arab memiliki banyak kegunaan.
Buahnya merupakan makanan tetap masyarakat Arab, bijinya sebagai persediaan untuk makanan unta, sarinya yang dicampur dengan susu merupakan minuman yang khas bagi masyarakat Badui, batang kayunya digunakan sebagai bahan bakar untuk keperluan memasak, sedangkan daunnya digunakan untuk membuat atap rumah, kemudian serabut pada dahannya digunakan sebagai tali tambang.
Karena itu, pohon kurma selalu menjadi pujaan dan impian orang-orang Badui yang sepanjang kehidupan mereka kekurangan air dan buah-buahan. Pada wilayah-wilayah pesisir pantai banyak menghasilkan buah dan sayur-sayuran. Yaman merupakan wilayah tersubur di Jazirah Arab yang menghasilkan gandum dan kopi.
Pertanian mereka menggunakan system tadah hujan. Sedangkan jagung dan padi tumbuh subur di beberapa wilayah Oman, sedangkan di Hadramaut dan Mahra utamanya menghasilkan palawija. Hasil-hasil pertanian inilah yang menjadi komoditas perdagangan di Arabia.
3. Perdagangan
Suku-suku Arab yang tinggal di kota seperti Mekah dan Madinah, mayoritas bekerja sebagai pedagang. Perdagangan di kota Mekah dan Madinah pada zaman Jahiliyah sudah maju. Mereka berdagang bahkan sampai ke luar negeri. Perjalanan dagang mereka dilakukan dengan berjalan kaki, naik unta, atau naik kuda. Negeri tujuan mereka antara lain Syam (Syiria), Yaman, Persia, Habsy, dan Mesir.
Negeri-negeri itu sangat jauh dari Mekah. Mereka harus berjalan melewati padang pasir yang luas selama berhari-hari.Biasanya mereka berangkat secara berombongan untuk menghindari perompak di perjalanan. Rombongan pedagang itu disebut kafilah. Mereka pergi berdagang kadang berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan.
Barang dagangan mereka antara lain kemenyan, kain sutra, barang logam, kulit, dan minyak wangi. Sewaktu kembali, mereka membawa gandum, minyak zaitun, beras, jagung, dan pakaian untuk dijual di kota Mekah dan Madinah. Pusat perdagangan yang terkenal di Mekah adalah pasar ‘Ukazh yang terletak di dekat Ka’bah, pasar Dzil Majad, dan pasar Majnah.
Suku Quraisy merupakan penduduk Mekah yang memegang peranan dalam perniagaan di jazirah Arab. Mereka mendapat pengalaman perniagaan dari orang-orang Yaman yang pindah ke Mekah. Orang-orang Yaman terkenal keahliannya di bidang perniagaan. Selain itu, kota Mekah memiliki Ka’bah sebagai tempat orang-orang di jazirah Arab melaksanakan ziarah atau ibadah haji setiap tahunnya.
Kebiasaan orang-orang Quraisy mengadakan perjalanan perdagangannya ke daerah-daerah lain, Allah Swt mengabadikan perjalan dagang mereka sebagai perjalanan dagang yang sangat penting dalam dunia perekonomian khususnya di jazirah Arab. Yaitu perjalanan musim dingin menuju Yaman, dan perdagangan musim panas ke negeri Syam.
Allah Swt telah berfirman dalam Qs. Quraisy ayat 1-4, Artinya:
1. Karena kebiasaan orang-orang Quraisy,
2. (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas.
3. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan (pemilik) rumah ini (Ka‘bah),
4. yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari rasa ketakutan.
Pusat perdagangan seperti pasar-pasar tidak sekedar sebagai tempat jual beli, tetapi juga menjadi pusat peradaban, kekayaan bahasa dan transaksi-transaksi global. Bahasa Arab orang-orang Quraisy pada saat itu menjadi bahasa yang paling mudah diucapkan, paling enak didengar serta paling kaya perbendaharaan kata dan maknanya.
Dalam bidang ekonomi, riba sudah lazim dan dipraktekkan di jazirah Arab. Bahkan mekah sebagai pusat sudah terpengaruh sistem riba. Hal ini biasa terjadi karena terpengaruh dengan system perdagangan yang dilakukan oleh bangsa lain.
Adapun alat transportasi utama saat itu adalah unta, yang dianggap sebagai perahu padang pasir, unta merupakan kendaraan yang menakjubkan. Unta memiliki kekuatan yang Tangguh, mampu menahan haus dan mampu menempuh perjalanan yang sangat jauh. Unta-unta ini pergi membawa barang dagangan dari satu negeri ke negeri lainnya untuk diperjualbelikan.