Biografi Sunan Muria
Table of Contents
Sunan Muria mempelajari pengetahuan agama dan metode dakwah dari gurunya, Sunan Kalijaga. Ia pernah juga berguru kepada Sunan Ngerang (Ki Ageng Ngerang) bersama-sama Sunan Kudus, dan Adipati Pathak. Sunan Muria berdakwah di tengah masyarakat yang masih menganut Hindu-Budha dan mempunyai tradisi Jawa yang masih kental.
Tradisi keagamaan tidak serta merta dihilangkan, melainkan diberi warna Islam dan dikembangkan menjadi tradisi keagamaan yang baru bernilai islami. Masa perjuangan dakwahnya seiring berdirinya masjid Demak. Sunan Muria ditunjuk sebagai muadzin shalat Jum’at saat peresmian kedua Masjid Agung Demak.
Ia juga terlibat dalam pemilihan Raden Patah sebagai Sultan pertama kerajaan Islam Demak dan menjadi pendukung setia kesultanan Demak. Pihak Istana kerajaan Demak memberikan pengawalan khusus kepada Sunan Muria, terbukti dari keberadaan tujuh belas makam perajurit dan punggawa Demak berada di sekitar makam Sunan Muria.
Sunan Muria mengajarkan penghayatan tentang kebenaran Tuhan Yang Maha Esa, keta'atan kepada Allah swt, wirid, mencontohkan akhlak mulia dalam sehari-hari dengan kesederhanaan, dermawan dan dakwah yang disampaikan dengan arif dan bijaksana dalam menghadapi budaya masyarakat. Keberhasilan dakwah Sunan Bonang mengembangkan dakwah Islam di daerah Jepara, Pati, Tayu, Juwan dan sekitar Kudus.
Daerah-daerah yang menjadi sasaran dakwah Sunan Muria merupakan daerah pertanian yang terpencil jauh dari keramaian kota. Terdapat sejumlah peninggalan yang ada hubungannya dengan kehidupan Sunan Muria, diantaranya: masjid, makam, buah Parijoto, buah mengkudu, daun kelor, gentong, tapal kuda, dan teks mujahadah. Benda-benda tersebut ditemukan tahun 1973 di sekitar lokasi makam Sunan Muria wafat tahun 1551 M, makamnya terletak di lereng Gunung Muria, desa Colo, Kecamatan Dawe, sekitar 18 Km sebelah utara Kota Kudus.
A. Peran Sunan Muria dalam Perkembangan Islam di Indonesia
Dalam melakukan dakwah Islam di daerah Jawa, Sunan Muria punya peran penting dalam mengembangkan agama Islam, yaitu :
1. Menjaga tradisi lama dan menginterpretasikannya ke arah fungsi baru
Sunan Muria dikenal sebagai pecinta seni dan budaya. Praktek kehidupan masyarakat di sekitar Muria menunjukkan harmoni antara Islam dengan budaya setempat. Diantara peran dalam mengembangkan Islam di Jawa, sbb:
a) Dalam berinteraksi dengan masyarakat Sunan Muria menjaga tradisi lama tetap berlangsung tanpa memberikan perubahan selama tidak melanggar nilai-nilai Islam, seperti menerima upacara tingkeban atau mitoni. Tradisi tingkeban adalah upacara selamatan pada usia kehamilan ke tujuh. Acara tersebut diisi dengan acara membaca beberapa surah Alqur’an, dzikir dan do'a.
b) Menambah upacara-upacara dalam tradisi lama dengan tradisi baru. Seperti memasukkan nilai dan ajaran Islam dalam praktek pernikahan yang telah berjalan sehingga meskipun ada budaya Jawa, tetapi syarat dan rukun pernikahan ditentukan berdasarkan ajaran Islam.
c) Mengganti sebahagian unsur lama dalam satu tradisi baru. Seperti mengganti tujuan membakar kemenyan dalam selametan. Dalam prakteknya sebelumnya, selametan atau sesajen diberikan kepada sosok makhluk halus maka dakwah para wali mengganti tujuan selametan untuk mencari ridho dan pertolongan Allah Swt.
Demikian juga, tradisi bancakan atau makan besar dalam acara selametan dengan tumpeng yang sebelumnya dipersembahkan ke tempat-tempat angker diubah menjadi kenduri yaitu upaya mengirim doa kepada leluhur dengan doa-doa Islam di rumah orang yang mengadakan tradisi tersebut.
2. Mengadakan perombakan setting budaya dan tradisi keagamaan dalam cerita wayang
Sebagaimana pendekatan dakwah Wali Songo lainnya, Sunan Muria berdakwah melalui pendekatan seni dan budaya melalui pertunjukan wayang gubahan Sunan Kalijaga, menggubah isi cerita, dan melakukan perombakan setting budaya dan tradisi keagamaan yang ada di masyarakat dan menanamkan pesan-pesan tauhid dan akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari.
Seperti Pakem Ramayana yang sudah diislamkan, dengan cepat masyarakat menganggap bahwa cerita Ramayana dan Mahabarata versi Wali Songo itulah yang benar. Begitu pula dalam cerita wayang tokoh Bhima yang sebelumnya diberikan karakter kejam dan kasar dikenal dengan nama Wrekodhara (srigala), saat bertemu Dewa Ruci memperoleh pencerahan rohani berubah menjadi orang baik dan jujur.
B. Sikap Positif dalam Pribadi Sunan Muria
Dalam usaha menyebarkan dan mengembangkan dakwah Islam di Indonesia, Sunan Muria patut menjadi teladan dalam sikap positif yang ditunjukkan.
1. Sederhana dan Bersahaja
Sunan Muria memilih tinggal di pelosok, jauh dari perkotaan dan pusat kekuasaan. Ia bergaul dengan masyarakat pinggiran. Pilihan itu menunjukkan bahwa sosok Sunan Muria memiliki sifat yang sederhana dan bersahaja.
2. Moderat dan Toleran
Dalam berdakwah Sunan Muria mengikuti gaya Sunan Kalijaga, yaitu berdakwah dengan memasukkan ajaran agama lewat berbagai tradisi keagamaan. Misalnya tradisi kenduri yaitu membaca dzikir, tahlil dan doa bagi orang muslim yang sudah meninggal di hari ketiga atau nelung ndina, hari ke empat puluh atau matang puluh, hari ke seratus atau nyatus, sampai hari ke seribu atau nyewu, tidak diharamkannya. Ia menggantikan tradisi bakar kemenyan, membaca mantra dengan bacaan doa, shalawat dan shadaqah.
3. Dermawan
Sunan Muria mengajarkan agar masyarakatnya menciptakan keselarasan dan perdamaian sesama penduduk melalui sedekah atau pemberian makanan kepada tetangga. Ia mencontohkan dengan sikap dermawan dan mengajari penduduk saling memberikan makanan.