Sulitnya Menghadirkan Figur Keteladanan
Keteladanan merupakan sesuatu yang dapat di contoh dan dipraktekan oleh orang-orang yang melihatnya, namun mengapa pula sosok-sosok figur keteladanan itu sangat sulit di temukan bahkan sudah menjadi barang yang langka untuk di temukan. Hal inilah yang harus dipikirkan oleh semua terutama oleh para pemangku kebijakan seperti para pimpinan lembaga maupun para pemimpin bangsa.
Islam telah mengajarkan bahwa memilih pemimpin itu suatu keharusan bahkan wajib, karena bagaimanapun dari sosok pemimpin itulah nantinya akan banyak melahirkan karakter, ide dan peradaban yang akan dilihat dan di contoh oleh bawahan dan rakyatnya. Maka tidaklah heran jika dakwah pertama yang dilakukan para walisongo adalah mendakwahi para sultan, raja dan bangsawannya terlebih dahulu.
Kita tentunya telah membaca dan banyak mendengar kisah-kisah tentang bagaimana peradaban suatu bangsa itu dikenang dari segi kemajuannya, kemunduran bahkan sampai kehancurannya hingga tidak tersisa sama sekali, bahkan yang lebih tragisnya generasi sesudahnya sudah tidak mengetahui asal muasal sejarahnya seolah terkubur begitu saja ditelan zaman. Lalu darimana kita akan dapat melihat sosok keteladanan itu jika memang hal ini sudah sulit di dapatkan.
Bagi umat Islam sebenarnya hal ini tidaklah begitu sulit, karena Allah swt telah memberikan sesuatu yang sangat berharga bahkan tidak ternilai dari segi ukuran harga manusia, apakah itu? Dialah kitab suci Al-Quranul Kariim, sebuah kitab yang tak akan pernah lekang ditelan oleh zaman maupun peradaban. Dalam kitab itu, Allah swt banyak menceritakan tentang kisah-kisah para nabi dan rasul, orang-orang sholih, orang-orang jahat dan sebagainya.
Mengapa Allah swt memberikan berita-berita tentang kisah-kisah orang-orang terdahulu? Apakah semua itu hanya sebagai bahan bacaan saja? Tentunya tidak! Jawabannya sangatlah sederhana, yaitu agar kita yang sekarang ini membaca berita tentang kisah-kisah orang terdahulu itu agar dapat menjadi ibrah pelajaran bagi kehidupan umat manusia sekarang.
Kenapa Allah swt terus mengulang-ulang kisah-kisah tentang kondisi umat manusia dimasa lalu itu, karena pada dasarnya ternyata semua sifat-sifat dan karakter yang dimiliki manusia itu sama saja, baik itu manusia terdahulu maupun manusia yang kemudian (sekarang) yang membedakannya hanyalah fase-fase zamannya semata.
Kita bahkan sering beranggapan bahwa kita sekarang ini hidup di zaman modern karena memiliki beragam fasilitas kecanggihan dari sisi peralatan teknologi, dan menyangka bahwa umat-umat manusia terdahulu itu hidup seperti di zaman batu tinggal di goa-goa serta menggunakan semua peralatan alat bantu kehidupannya masih dilakukan serba manual.
Adanya anggapan bahwa manusia yang hidup di masa lalu itu tingkat kecerdasannya masih terbelakang, pikiran seperti itu muncul karena tingkat keilmuan kita masih kurang ditambah dengan tidak mau mempelajari, membaca dan mendengarkan kisah-kisah umat terdahulu yang di sampaikan terutama yang ada dalam kitab suci Al-Quran.
Coba kita renungkan sejenak tentang peristiwa dan kisah berikut ini:
1. Dengan teknologi seperti apa yang pernah digunakan oleh Nabi Nuh Alaihissalam pada saat membangun untuk membuat kapal laut (Bahtera) yang dengan kapal itu dapat menampung dan mengangkut sejumlah berbagai ragam jenis dari binatang dan Nabi Nuh as. beserta para pengikutnya.
2. Dengan teknologi seperti apa yang pernah digunakan oleh Dzulkarnain dan bala tentaranya pada saat membangun dinding penghalang antara bangsa manusia dan bangsa Yakjuj dan Makjuj, yang hingga saat ini dinding tersebut masih belum bisa dirobohkan oleh bangsa Yakjuj Makjuj yang ingin segera keluar dari dalam tembok dinding penghalang itu, dan dinding itu hanya bisa roboh pada saat Allah swt telah ijinkan nanti di akhir zaman.
3. Dengan teknologi seperti apa yang pernah dipakai oleh seorang Ulama (Ilmuwan) pada zaman Nabi Sulaiman pada saat memindahkan Istana ratu Balqis yang dapat berhadapan dengan Istana Nabi Sulaiman yang proses pemindahannya hanya memerlukan waktu sekejap mata.
4. Dengan teknologi seperti apa yang pernah digunakan oleh nabi Musa alaihissalam pada saat membelah lautan agar dapat dilewati oleh dirinya dan kaum Bani Israil dari kejaran raja Fir'aun dan bala tentaranya yang hendak membinasakannya.
5. Dengan alat transportasi seperti apa yang pernah di gunakan nabi Muhammad saw pada saat beliau melakukan perjalanan Isra' Mi'raj dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, kemudian naik ke Sidratul Muntaha untuk menghadap Allah swt dan dilakukan hanya dalam satu malam bahkan kurang.
6. Adapun dari kisah lainnya, seperti: Bagaimana cara fir'aun membangun Piramida di Mesir yang sampai hari ini masih kokoh berdiri, bagaimana Candi Borobudur yang ada di Indonesia di bangun, bagaimana cara Kaum 'Ad dan Samud yang mampu memahat gunung menjadi tempat tinggal.
Dan masih banyak lagi hal peristiwa penting lainnya yang telah terjadi di masa lalu yang belum terpecahkan dan terjangkau oleh Sains di masa sekarang ini. Sosok-sosok manusia yang baik yang dulu pernah ada, dapat kita jadikan contoh untuk kehidupan di masa sekarang.
Para Pemimpin Islam yang Menjadi Suri Tauladan
Untuk yang kebingungan siapa dan sosok mana saja yang harus dijadikan contoh dalam kehidupan dimasa sekarang ini, berikut beberapa pemimpin dunia islam yang sangat dan pantas dijadikan suri tauladan untuk kehidupan, diantaranya:
1. Nabi Muhammad saw
Meskipun nabi Muhammad saw merupakan seorang nabi dan rasul yang di utus untuk menyampaikan ajaran Islam melalui perantaraan wahyu yang di sampaikan oleh malaikat Jibril, namun sejak kecil beliau tidak menduga bahwa dirinya kelak akan menjadi seorang utusan Allah swt. Dari kecil beliau sudah menjadi yatim piatu di susui oleh Halimatus sa'diyah, di asuh oleh kakeknya, kemudian oleh pamannya.
Dari usia anak-anak, remaja hingga dewasa nabi Muhammad saw sudah bekerja, seperti : Bagaimana cara mengembala kambing, bagaimana cara mengelola barang titipan, dan bagaimana cara berdagang. Semua kegiatan beliau tersebut mendapatkan apresiasi dari masyarakat Arab terutama Mekkah pada waktu itu, sehingga beliau mendapatkan gelar Al-Amiin yang artinya orang yang dapat di percaya.
2. Khulafaur Rasyidin (para pengganti yang mendapat petunjuk)
Sepeninggal baginda nabi Muhammad saw, maka umat Islam kebingungan oleh siapa kelak nantinya yang akan memimpin umat Islam ke depan. Dalam kondisi kesedihan dan kebingungan, maka beberapa sahabat berkumpul untuk memutuskan siapa kelak yang akana menjadi khalifah di tengah-tengah umat Islam.
Pada akhirnya, para sahabat sepakat bahwa untuk melanjutkan kepemimpinan umat Islam adalah Sayyidina Abu Bakar As-Siddiq ra, karena beliau adalah orang yang di percayai menjadi imam shalat ketika nabi Muhammad saw berhalangan atau sakit. Kepemimpiinan Abu Bakar menorehkan beberapa prestasi diantaranya: Menumpas kaum murtad, nabi-nabi palsu dan perluasan pembebasan wilayah Islam.
Setelah Abu Bakar ra meninggal, maka estapet kepemimpinan jatuh ke tangan Sayyidina Umar bin Khattab ra. Beliau memimpin umat Islam dengan penuh kebijaksanaan dan kesederhanaan. Kepemimpinan Umar bin Khattab juga menorehkan beberapa prestasi, diantaranya: Dimulainya pembuatan kalender Islam (penanggalan Hijriyah), membebaskan Baitul Maqdis dengan damai dan perluasan pembebasan wilayah Islam.
Sepeninggal Umar bin Khattab ra, kepemimpinan umat Islam di lanjutkan oleh Sayyidina Utsman bin Affan ra. Utsman bin Affan memimpin dengan kebijaksanaan dan keteladanan, meskipun dalam perjalanan karir kepemimpinannya adalah awal dimulainya gejolak permusuhan antar sesama umat Islam. Utsman bin Affan ra menorehkan beberapa prestasi besarnya, diantaranya : Dimulainya proses pengumpulan ayat-ayat Al-Quran yang terpisah-pisah hingga di bukukan ke dalam bentuk Mushaf.
Ketika khalifah Utsman bin Affan ra meninggal, maka kepimpinan umat Islam dilanjutkan oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra. Karena gejolak permusuhan antar sesama umat Islam sudah di mulai sejak kepemimpinan Utsman bin Affan dan belum sempat terselesaikan, maka dalam proses kepemimpinan Ali bin Abi Thalib pun terkena dampaknya, sehingga Ali bin Abi Thalib berseteru dan harus berperang dengan Siti Aisyah ra, lalu harus berperang melawan kaum Khawarij (keluar dari barisan Islam).
Kebijakan yang pernah dilakukan dan menjadi prestasi khalifah Ali Bin Abi Thalib ra, diantaranya adalah memecat dan mengganti para pejabat yang tidak kompeten. Setelah Ali bin Abi Thalib meninggal kepemimpinan umat Islam jatuh ke tangan putranya yaitu Hasan bin Ali, namun kepemimpinannya tidak diterima oleh sebagian umat Islam, sehingga ia hanya memimpin selama enam bulan. Ia menyerahkan kepemimpinan umat Islam kepada Muawiyah bin Abu Sufyan demi persatuan Islam.
Dari semenjak khalifah Hasan bin Ali ra menyerahkan tampuk kepemimpinan umat Islam ke tangan Muawiyah bin Abu Sufyan, maka dari semenjak itulah era kekhalifahan Khulafaur Rasyidin berakhir. Kenapa begitu karena Muawiyah bin Abu Sufyan mengganti dan mengawali lahirnya sistem pemerintahan dengan sistem Monarki (kerajaan).
Sistem monarki kerajaan ini berlanjut hingga masa pemerintahan umat Islam lainnya seperti : Dinasti Abbasiyah, Dinasti Ayyubiyah, Daulah Mamluk dan sebagainya hingga sampailah di masa kekhalifahan umat Islam yang terakhir yaitu Dinasti Utsmaniyah.
Tentunya ada beberapa keteladanan yang dapat kita jadikan contoh dalam perilaku kehidupan sekarang selain dari para Khulafaur Rasyidin, seperti : Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Dinasti Umayyah karena keadilannya, kesederhanaan dan kedermawanannya. Lalu, khalifah Harun Ar Rasyid, Al Ma'mun, Al Amin dari Dinasti Abbasiyah yang menjadi tonggak sejarah abad keemasan Umat Islam dan menjadi negara mercusuar tujuan pembelajaran ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum dunia pada saat itu.
Kesimpulan
Dapat kita pahami bahwasannya semua masa yang telah terjadi yang telah di lalui oleh setiap generasi itu akan sama tentang sifat dan karakter manusianya. Sifat dan karakter manusia yang baik akan melahirkan dengan kebaikan, adapun sifat dan karakter manusia yang buruk juga akan melahirkan keburukan pula. Jadi, polanya akan tetap sama yang membedakannya hanyalah soal waktu.
Kita dapat mengambil pelajaran dari sosok-sosok manusia yang baik yang pernah hidup di masa lalu yang dapat kita terapkan di kehidupan masa sekarang, adapun untuk orang-orang yang berkelakuan buruk dapat menjadi pelajaran bahwa kita harus menjauhi sifat dan karakter seperti itu. Mengambil keteladanan dari orang-orang sholih yang sudah meninggal merupakan suatu bukti yang telah nyata.
